"Kata Habibie, kalau pesawat bergetar, itu bagus. Tandanya tidak ada keretakan. Aku udah kaya Habibie belum?"Perjalanan Solo - Jakarta dengan durasi 1 jam 5 menit yang biasanya terasa sangaaat lama mendadak jadi lebih cepat dari biasanya. Tak seperti biasanya juga, kali ini ada yang menemani saya sepanjang perjalanan. Ia layaknya Antimo yang menenangkan saat dalam perjalanan wkwk.
Kalau naik pesawat ada yang nemenin tuh pasti rasanya lebih tenang walau masih ada takutnya. Gatau kenapa rasa takut untuk naik pesawat ini semakin tua semakin besar. Padahal dulu waktu kecil sering banget bolak balik Jawa - Sulawesi, Makassar - Soroako, dan dengan pesawat yang lebih kurang meyakinkan dari pesawat-pesawat yang akhir akhir ini saya pilih. Pesawat kecil baling-baling dari Pelita Air yang kalau kita duduk di dalamnya bukan cuma harus pakai sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi, tapi juga harus pakai ear muff yang disediakan supaya ga budeg wkwk. Asli itu pesawat bisingnya menusuk sanubari. Parahhh sampe kalo ngobrol harus teriak teriak. Kalah HP Compressor juga hahaha.
Pelita Air Makassar - Soroako. Img source: Google. |
Anehnya pada saat itu saya sama sekali tidak takut. Saya bahkan jadi penenang untuk kakak saya yang duduk di sebelah saya saat itu. Saya paham betul bahwa turbulensi adalah sesuatu yang normal untuk perjalanan udara dan saya yakin pesawat yang saya naiki itu sudah dirancang sedemikian rupa supaya bisa terbang dan mendarat dengan baik.
Sekarang... semua keyakinan itu luntur begitu saja. Mungkin karena semenjak kuliah di Surabaya jadi jarang naik pesawat karena lebih jarang balik ke Soroako juga. Saya jadi cupuuu banget kalo naik pesawat. Nyali saya hilang. Padahal dulu sempet punya cita-cita mau jadi pramugari. Kalo takutnya kaya gini gimana mau nyelamatin penumpang...
No comments:
Post a Comment